BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar belakang
Anak berkebutuhan
khusus sudah semestinya mendapatkan pelayanan yang layak demi kelangsungan
hidupnya. Mereka tidak hanya disekolahkan disekolah luar biasa, tetapi dapat
juga ditempatkan disekolah biasa atau yang disebut dengan pendidikan inklusi.
Adapun beberapa landasan tentang pendidkan inklusi yaitu salah satunya landasan Yuridis yaitu UU No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional penyelenggaraan pendidikan untuk peserta
didik berkelainan atau memiliki kecerdasan luar biasa diselenggarakan secara
inklusif atau berupa sekolah khusus.
Selain itu juga alasan perlunya pendidikan inklusi adalah: pendidikan
inklusi lebih terjamin terbentuknya masyarakat yang demokratis, pendidikan
inklusi lebih sesuai dengan nilai-niali kemanusiaan dan pandangan hidup yang
dianut oleh bangsa Indonesia, pendidikan inklusif yang dikelola secara benar
dapat menghindarkan siswa yang membutuhkan layanan pendidikan khusus terbebas
dari rasa rendah diri atau arogansi bagi yang dikaruniai keunggulan, pendidikan
inklusif memungkinkan siswa untuk menghargai perbedaan. Berdasarkan landasan
dan beberapa alasan tersebut maka anak berkebutuhan khusus sudah semestinya
mendapatkan pelayanan yang layak demi kelansungan hidupnya. Salah satu anak
yang tergolang kedalam anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan gangguan fisik (tuna daksa).
2.
Rumusan masalah
a. Apa yang dimaksud dengan anak tuna daksa?
b. Apa saja pengklasifikasian anak Tuna Daksa?
c. Bagaimana karakterisrik anak tuna daksa?
d. Apa saja tujuan pendidikan anak tuna daksa?
e. Bagaimana tempat pendidikan bagi anak tuna daksa?
f. Bagaimana system pendidikan anak tuna daksa?
g. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran bagi anak tuna daksa?
h. Siapa saja yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan pendidikan anak tuna daksa?
i. Bagaimana cara membantu siswa tuna daksa berhasil dikelas inklusif?
3.
Tujuan
a.
Untuk mengetahui
apa yang dimaksud dengan anak tuna daksa
b.
Untuk mengetahui
tentang pengklasifikasian anak tuna daksa
c.
Untuk mengetahui
karakteristik anak tuna daksa
d.
Untuk memahami tentang tujuan pendidikan bagi anak tuna daksa
e.
Untuk memahami
tempat pendidikan bagi anak tuna daksa
f.
Untuk mengetahui
tentang bagaimana system pendidikan anak tuna daksa
g.
Untuk mengetahui
bagaimana pelaksanaan pembelajaran bagi anak tuna daksa
h.
Untuk mengetahui
siapa saja yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan pendidikan anak tuna daksa
i.
Untuk memahami
bagaimana cara membantu siswa tuna daksa berhasil dikelas inklusif
BAB II
ISI
1. Pengertian anak Tuna Daksa
Anak tuna daksa sering disebut dengan istilah anak cacat tubuh, cacat
fisik, dan cacat ortopedi. Istilah tuna daksa berasal dari kata tuna yang
berarti rugi atau kurang dan daksa yang berarti tubuh. Tuna daksa adalah anak
yang memiliki anggota tubuh tidak sempurna, sedangkan istilah cacat tubuh dan
cacat fisik dimaksudkan untuk menyebut anak cacat pada anggota tubuhnya, bukan
cacat indra nya. Selanjutnya istilah cacat ortopedi terjemahan dari bahasa
inggris orthopedically handicapped. Orthopedic mempunyai arti yang berhubungan
dengan otot, tulang dan persendian. Dengan demikian cacat orthopedi
kelainanannya terletak pada aspek otot, tulang dan persendian atau dapat juga
merupakan akibat adanya kelainan yang terletak pada pusat pengatur system otot,
tulang dan persendian.
Anak tuna daksa dapat didefinisikan sebagai penyandang bentuk kelainan atau
kecacatan pada system otot, tulang dan persendian yang dapat mengakibatkan
gangguan koordinasi, komunikasi, adaptasi, mobilisasi, dan gangguan
perkembangan keutuhan pribadi. Salah satu definisi mengenai anak tuna daksa
menyatakan bahwa anak tuna daksa adalah anak penyandang cacat jasmani yang
terlihat pada kelainan bentuk tulang, otot, sendi maupun saraf-sarafnya.
Istilah tuna daksa maksudnya sama dengan istilah yang berkembang, seperti cacat
tubuh, tuna tubuh, tuna raga, cacat anggota badan, cacat orthopedic, crippled,
dan orthopedically handicapped.
2. Klasifikasi anak Tuna Daksa
Agar lebih mudah memberikan layanan terhadap anak tuna daksa, perlu adanya
system penggolongan (klasifikasi). Penggolongan anak tuna daksa bermacam-macam.
Salah satu diantaranya dilihat dari system kelainannya yang terdiri dari:
a. Kelainan pada system cerebral (celebral system)
b. Kelainan pada system otot dan rangka (musculus
skeletal system)
Penyandang kelainan pada system
cerebral, kelainannya terletak pada system saraf pusat, seperti cerebral palsy
(CP) atau kelumpuhan otak. Cerebral palsy ditandai oleh adanya kelainan gerak,
sikap atau bentuk tubuh, gangguan koordinasi, kadang-kadang disertai gangguan
psikologis dan sensoris yang disebabkan oleh adanya kerusakan atau kecacatan
pada masa perkembangan otak. Kadang-kadang juga terdapat gangguan pada panca
indra, ingatan, dan psikologis (perasaan). Menurut derajat kecacatannya,
cerebral palsy di klasifikasikan menjadi :
a.
Ringan, dengan
ciri-ciri yaitu dapat berjalan tanpa alat bantu, bicara jelas, dan dapat menolong diri
b.
Sedang, dengan
ciri-ciri membutuhkan bantuan untuk latihan berbicara, berjalan, mengurus diri,
dan alat-alat khusus, seperti brace
c.
Berat, dengan ciri-ciri
yaitu membutuhkan perawatan tetap dalam ambulasi bicara dan menolong diri.
Sedangkan
menurut letak kelainan di otak dan fungsi geraknya cerebral palsy dibedakan
atas:
a.
Spastic, dengan
ciri seperti terdapat kekakuan pada sebagian atau seluruh ototnya
b.
Dyskenisia, yang
meliputi athetosis (penderita memperlihatkan gerak yang tak terkontrol), rigid (kekakuan pada seluruh
tubuh sehingga sulit dibengkokkan), tremor (getaran kecil yang terus menerus
pada mata, tangan atau pada kepala)
c.
Ataxia (adanya
gangguan keseimbangan, jalannya gontai, koordinasi mata dan tangan tidak
berfungsi)
d.
Jenis campuran
(seseorang anak mempunyai kelainan dua atau lebih dari tipe-tipe diatas). Golongan
anak tuna daksa berikut ini tidak mustahil
belajar bersama anak normal dan banyak ditemukan pada kelas-kelas biasa.
Penggolongan anak tuna daksa dalam kelompok
kelaianan system otot dan rangka tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Poliomyelitis
Ini merupakan suatu infeksi pada sumsum
tulang belakang yang disebabkan oleh virus polio yang mengakibatkan kelumpuhan
dan sifatnya menetap. Dilihat dari sel-sel motorik yang rusak.
b.
Muscle dystrophy
Jenis penyakit yang mengakibatkan
otot tidak berkembang karena mengalami kelumpuhan yang sifatnya progresif dan
simetris. Penyakit ini ada hubungannya dengan keturunan.
c.
Poliomyelitis
Ini merupakan suatu infeksi pada sumsum tulang
belakang yang disebabkan oleh virus polio yang mengakibatkan kelumpuhan dan
sifatnya menetap. Dilihat dari sel-sel motorik yang rusak.
d. Spina bifida
Merupakan jenis kelainan pada tulang
belakang yang ditandai dengan terbukanya 1 atau 3 ruas tulang belakang dan
tidak tertutupnya kembali selama proses perkembangan. Akibatnya, fungsi
jaringan saraf terganggu dan dapat mengakibatkan kelumpuhan, hydrocephalus
yaitu pembesaran pada kepala karena produksi cairan yang berlebihan. Biasanya
kasus ini disertai dengan ketunagrahitaan.
3. Karakteristik anak tuna daksa
a. Karakteristik akademik
Karakteristik akademik anak tuna daksa
meliputi cirri khas kecerdasan, kemampuan kognisi, persepsi dan simbolisasi
mengalami kelainan karena terganggunya system cerebral sehingga mengalami
hambatan dalam belajar dan mengurus diri. Anak tuna daksa karena kelainanan
pada system otot dan rangka tidak terganggu sehingga dapat belajar, seperti
anak normal.
b. Karakteristik social/emosional
Anak tuna daksa menunjukkan bahwa konsep diri
dan respon serta sikap masyarakat yang negative terhadap anak tuna daksa
mengakibatkan anak tuna daksa merasa
tidak mampu, tidak berguna, dan menjadi rendah diri. Akibatnya,
kepercayaan dirinya hilang dan akhirnya tidak dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan social nya. Mereka juga menunjukkan sikap mudah tersinggung, mudah
marah, lekas putus asa, rendah diri, kurang dapat bergaul, malu dan suka
menyendiri, serta frustasi berat.
c. Karakteristik fisik/kesehatan
Anak tuna daksa biasanya selain mengalami
cacat tubuh juga mengalami gangguan lain
seperti sakit gigi, gangguan bicara dan gangguan motorik.
4. Tujuan pendidikan anak tuna daksa
Tujuan
pendidikan anak tuna daksa mengacu pada peraturan pemerintah No. 72 tahun 1991
agar peserta didik mampu mengembangkan sikap pengetahuan, dan keterampilan
sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal
balik dengan lingkungan social, budaya, dan alam sekitar serta dapat
mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan .
Dalam pendidikan anak tuna daksa perlu dikembangkan 7 aspek yang diadaptasikan
sebagai berikut:
a. Pengembangan intelektual dan akademik
Pengembangann aspek ini dapat dilaksanakan
secara formal disekolah melalui kegiatan pembelajaran. Disekolah khusus anak
tuna daksa (SLB-D) tersedia seperangkat kurikulum dengan semua pedoman
pelaksanaannya, namun hal yang lebih penting adalah pemberian kesempatan dan
perhatian khusus pada anak tuna daksa untuk mengoptimalkan perkembangan
inteklektual dan akdemiknya.
b. Membantu perkembangan fisik
Oleh karena anak tuna daksa mengalami
kecacatan fisik maka dalam proses pendidikan guru harus turut bertanggung jawab
terhadap pengembangan fisiknya dengan cara bekerja sama dengan staf medis.
Hambatan utama dalam belajar adalah adanya gangguan motorik. Oleh karena itu,
guru harus dapat mengatasi gangguan tersebut sehingga anak memperoleh kemudahan
dalam mengikuti pendidikan. Guru harus membantu memelihara kesehatan fisik anak
, mengoreksi gerakan anak yang salah dan mengembangkan kearah gerak yang
normal.
c. Meningkatkan perkembangan emosi dan penerimaan diri
anak dalam proses pendidikan, Para
guru bekerja sama dengan psikolog harus menanamkan konsep diri yang positif
terhadap kecacatan agar dapat menerima dirinya. Hal ini dapat dilakukan dengan
menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif sehingga dapat mendorong
terciptanya interaksi yang harmonis.
d. Memantangkan aspek social
Aspek social yang meliputi kegiatan kelompok
dan kebersamaannya perlu dikembangkan dengan pemberian peran kepada anak tuna
daksa agar turut serta bertanggung jawab atas tugas yang diberikan.
e. Mematangkan moral dan spiritual
Dalam
proses pendidikan perlu diajarkan kepada anak tentang nilai-nilai, norma
kehidupan dan keagamaan untuk membantu mematangkan moral dan spiritualnya
f. Meningkatkan ekspresi diri
Ekspresi
diri anak tuna daksa perlu ditingkatkan
melalui kegiatan kesenian, keterampilan atau kerajinan
g. Mempersiapkan masa depan anak
Dalam
proses pendidikan, guru dan personel lainnya bertugas untuk menyiapkan masa
depan anak. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara membiasakan anak bekerja
sesuai dengan kemampuannya, membekali
mereka dengan latihan keterampilan yang menghasilkan sesuatu yang dapat
dijadikan bekal hidupnya.
5. Tempat pendidikan
Model layanan pendidikan yang sesuai dengan jenis, derajat kelainan dan
jumlah peserta didik diharapkan akan memperlancar proses pendidikan. Anak tuna
daksa dapat mengikuti pendidikan pada tempat-tempat berikut:
a. Sekolah khusus berasrama (Full-Time Residential
School)
Model
ini diperuntukkan bagi anak tuna daksa yang derajat kelainanya berat dan sangat
berat .
b. Sekolah khusus tanpa asrama (Special Day School)
Model
ini dimaksudkan bagi anak tuna daksa yang memiliki kemampuan pulang pergi kesekolah
atau tempat tinggal mereka yang tidak jauh dari sekolah.
c. Kelas khusus penuh (full-Time Special Class)
Anak tuna daksa yang memiliki tingkat
kecacatan ringan dan kecerdasan homogen dilayani dalam kelas khusus secara
penuh.
d. Kelas reguler dan khusus (Part-time Reguler Class and
Part-Time Special Class)
Model ini digunakan apabila menyatukan anak
tuna daksa dengan anak normal, pada mata pelajaran tertentu. Mereka belajar
dengan anak normal dan apabila anak tuna daksa mengalami kesulitan mereka
belajar dikelas khusus.
e. Kelas reguler dibantu oleh guru khusus
Anak tuna daksa bersekolah bersama-sama anak
normal disekolah umum dengan bantuan
guru khusus apabila anak mengalami kesulitan
f. Kelas biasa dengan layanan konsultasi untuk guru umum
Tanggung jawab pembelajaran model ini
sepenuhnya dipegang oleh guru umum. Anak tuna daksa belajar bersama dengan anak
normal disekolah umum, dan untuk membantu kelancaran pembelajaran ada guru
kunjung yang berfungsi sebagai konsultan guru reguler.
g. Kelas biasa (Reguler Class)
Model ini diperuntukkan bagi anak tuna daksa
yang memilki kecerdasan normal, memilki potensi dan kemampuan yang dapat
belajar bersama-sama dengan anak normal.
6. System pendidikan
A. Pendidikan integrasi (terpadu)
Walaupun
pendidikan anak tuna daksa di Indonesia banyak dilakukan melalui jalur khusus,
yaitu anak tuna daksa di tempatkan secara khusus di SLB-D (sekolah luar biasa
bagian D), namun anak tuna daksa ringan (jenis poliomyelitis) telah ada yang
mengikuti pendidikan disekolah biasa. Sementara ini anak tuna daksa yang
mengikuti pendidikan disekolah umum harus mengikuti pendidikan sepenuhnya tanpa
memperoleh program khusus sesuai dengan kebutuhannya. Akibatnya, mereka
memperoleh nilai hanya berdasarkan hadiah terutama dalam mata pelajaran yang
berkaitan dengan kegiatan fisik. Sehubungan dengan itu Kirk (1986) mengemukakan
bahwa adaptasi pendidikan anak tuna daksa apabila ditempatkan disekolah umum
adalah sebagai berikut:
a.
Penempatan dikelas regular
Hal-hal
yang perlu di perhatikan adalah sebagai berikut :
(1) Menyiapkan
lingkungan belajar tambahan sehingga memungkinkan anak tuna daksa untuk
bergerak sesuai dengan kebutuhannya, misalnya membangun trotoar, pintu agak
besar sehingga anak dapat menggunakan kursi roda.
(2) Menyiapkan
program khusus untuk mengejar ketinggalan anak tuna daksa karena anak sering tidak masuk sekolah
(3) Guru harus
mengadakan kontak secara intensif dengan
siswa nya untuk melihat masalah fisiknya secara lansung
(4) Perlu mengadakan
rujukan keahli terkait apabila timbul masalah fisik dan kesehatan yang lebih
parah
b. Penempatan di ruang sumber belajar dan kelas khusus
Murid
yang mengalami ketinggalan dari temannya dikelas reguler karena ia
sakit-sakitan diberi layanan tambahan oleh guru diruang sumber. Murid yang
datang keruang sumber tergantung pada mateeri pelajaran yang menjadi
ketinggalannya, sedangkan siswa yang mengunjungi kelas khusus biasanya anak
yang mengalami kelainanan fisik tingkat sedang dengan intelegensia normal.
Misalnya, anak yang tidak dapat berbicara maka ia perlu masuk kelas khusus
sebagai persiapan anak untuk memasuki kelas regular karena selama anak dikelas
khusus ia sering bermain, kekantin dan upacara bersama dengan anak normal (siswa
kelas reguler).
B. Pendidikan segregasi (terpisah)
Penyelenggaraan pendidikan bagi anak tuna daksa yang ditempatkan ditempat
khusus, seperti sekolah khusus adalah menggunakan kurikulum Pendidikan Luar
Biasa Tuna daksa 1994 (SK Mendikbud,1994). Perangkat kurikulum Pendidikan luar
Biasa 1994 terdiri atas komponen berikut:
a. Landasan, program dan pengembangan kurikulum, memuat
hal-hal, yaitu landasan yang dijadikan acuan dan pedoman dalam pngembangan
kurikulum, tujuan, jenjang dan satuan pelajaran, program pengajaran yang
mencakup isi program, pengajaran, lama pendidikan dan susunan program
pengajaran, pelaksanaan pengajaran dan penilaian, serta pengembangan kurikulum
sebagai suatu proses berkelanjutan ditingkat nasional dan daerah
b. Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) memuat:
pengertian dan fungsi mata pelajaran, tujuan, ruang lingkup bahan pelajaran,
pokok bahasan tema dan uraian tentang kedalaman dan keluasan, alokasi waktu,
rambu-rambu pelaksanaanya dan uraian /cara pembelajaran yang disarankan
c. Pedoman pelaksanaan kurikulum memuat: pedoman
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, rehabilitasi, pelaksanaan bimbingan,
administrasi sekolah dan pedoman penilaian kegiatan dan hasil belajar.
Lama pendidikan dan penjenjangan serta isi kurikulum tiap jenjang adalah
sebagai berikut:
a. TKLB (Taman Kanak-Kanak Luar Biasa) berlansung satu
samapai tiga tahun dan isi kurikulumnya, meliputi pengembangan kemampuan dasar
(Moral Pancasila,Agama, Disiplin, Perasaan, Emosi dan kemampuan bermasyarakat),
pengembangan bahasa, daya pikir, daya cipta, keterampilan dan pendidikan
jasmani. Usia anak yang diterima sekurang-kurangnya 3 tahun.
b. SDLB (Sekolah Dasar Luar Biasa) berlansung
sekurang-kurangnya enam tahun dan usia anak yang diterima sekurang-kurangnya
enam tahun. Isi kurikulumnya terdiri atas: program umum meliputi mata pelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Pendidikan Agama, Bahasa
Indonesia,matematika, IPS, IPA, Kerajinan tangan, dan kesenian sertapendidikan
jasmani dan kesehatan; program khusus (Bina Diri dan Bina Gerak), dan muatan
local (Bahasa daerah, kesenian, dan Bahasa Inggris)
c. SLTPLB (sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa)
berlansung sekurang-kurangnya 3 tahun, dan siswa yang diterima harus tamatan
SDLB. Isi kurikulumnya terdiri atas program umum (Pendidikan Pancasila,
kewarganegaraan, pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, matematika, IPA,IPS,
Pendidikan jasmani dan kesehatan, Bahasa Inggris), program khusus (Bina Diri
dan Bina Gerak), program muatan local (Bahasa Daerah,Kesenian daerah)
d. SMLB (Sekolah Menengah Luar Biasa) ) berlansung
sekurang-kurangnya 3 tahun, , dan siswa yang diterima harus tamatan SLTPLB. Isi
kurikulumnya meliputi program umum sama dengan tingkat SLTPLB, program pilihan
terdiri atas paket keterampilan rekayasa, Pertanian, Usaha dan Perkantoran,
Kerumahtanggaan, dan kesenian. Dijenjang ini, anak tuna daksa diarahkan pada
penguasaan salah satu jenis keterampilan sebagai bekal hidupnya.
Lama belajar dan perimbangan bobot
mata pelajaran untuk tiap jenjang adalah
TKLB lama belajar satu jam pelajaran 30 menit, SDLB lama belajar satu
jam pelajaran 30 dan 40 menit. Bobot mata pelajaran di SDLB yang tergolong
akademik lebih banyak dari mata pelajaran yang lainnya, SLTPLB lama belajar
satu jam pelajaran 45 menit dan bobot mata pelajaran keterampilan dan praktek lebih banyak
daripada mata pelajaran yang lainnya; dan SMLB lama belajar sama dengan SLTPLB
dan bobot mata pelajaran keterampilan lebih banyak dan bobot mata pelajaran
lainnya lebih diarahkan pada aplikasi
dalam kehidupan sehari-hari.
7. Pelaksanaan pembelajaran
Dalam pelaksanaan pembelajaran akan dikemukakan hal-hal yang berkaitan
dengan keterlaksanaanya, seperti berikut:
a. Perencanaan kegiatan belajar mengajar
Sehubungan
dengan perencanaan kegiatan pembelajaran bagi anak tuna daksa, Ronald L. Taylor
(1984) mengemukakan, apabila penyandang cacat menerima pelayanan pendidikan
disekolah formal maka ia harus memperoleh pelayanan pendidikan yang di
individualisasikan. Dalam rangka mengembangkan program pendidikan yang
diindividualisasikan, banyak informasi/data yang diperlukan dan salah satunya
dihasilkan melalui assessment.
b. Prinsip pembelajaran
Ada beberapa prinsip utam dalam memberikan pendidikan pada anak tuna daksa,
diantaranya sebagai berikut:
(1)
Prinsip multisensory (banyak indra)
Proses
pendidikan anak tuna daksa sedapat mungkin memanfaatkan dan mengembangkan
indra-indra yang ada dalam diri anak karena banyak anak tun daksa yang
mengalami gangguan indra. Dengan pendekatan multisensory, kelemahan pada indra
lain dapat difungsikan sehingga dapat membantu proses pemahaman
(2) Prinsip individualisasi
Individualisasi
mengandung arti bahwa titik tolak layanan pendidikan adalah kemampuan anak
secara individu. Model layanan pendidikannya
dapat berbentuk klasikal dan individual. Dalam model klasikal, layanan
pendidikan diberikan pada kelompok individu yang cenderung memiliki kemampuan
yang hampir sama, dan bahan pelajaran yang diberikan pada masing-masing anak
sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing.
c. Penataan lingkungan
Berhubung anak tuna daksa mengalami gangguan motorik maka dalam mengikuti
pendidikan membutuhkan perlengkapan khusus dalam lingkungan belajarnya. Gedung
sekolah sebaiknya dilengkapi ruangan/sarana tertentu yang memungkinkan dapat
mendukung kelancaran kgiatan anak tuna daksa disekolah. Bangunan-bangunan
gedung sebaiknya dirancang dengan memprioritaskan 3 kemudahan, yaitu anak mudah
keluar masuk, mudah bergerak dalam ruangan, dan mudah mengadakan penyesuaian
atau segala sesuatu yang ada diruangan itu mudah digunakan.
8. Personel
Personel yang dibutuhkan
dalam penyelenggaraan pendidikan anak tuna daksa adalah berikut ini:
a. Guru yang berlatar belakang pendidikan luar biasa, khususnya pndidikan anak
tuna daksa
b. Guru yang memilki keahlian khusus, misalnya keterampilan dan kesenian
c. Guru sekolah biasa
d. Dokter umum
e. Dokter ahli ortopedi
f. Neurolog
g. Ahli terapi lainny, sperti ahli terapi bicara,
physiotherapist dan bimbingan konseling serta orthotist prosthetist
9. Cara membantu siswa tuna daksa berhasil dikelas
inklusif
Lingkungan yang paling kondusif guna pembelajaran siswa-siswa berkelainan
fisik adalah kelas regular. Dalam rangka mempelajari dengan baik cara hidup
disuatu lingkungan komunitas yang berbeda sebagai orang dewasa, anak-anak dan
remaja dibutuhkan suatu kelas dan sekolah yang paling inklusif yang tepat bagi
kebutuhan pendidikan, social dan fisik mereka. integrasi siswa-siswa ini
memerlukan penggabungan tenaga konsultan yang efektif dikelas. Hal yang sama
penting bagi adaptasi dan terapi fisik yaitu susasana sikap dikelas.
Sikap-sikap yang diterima dikelas menciptakan konteks yang tepat dalam membantu
kemandirian yang akan diperlukan siswa berkelainan fisik dalam kehidupan
sebagai orang dewasa. Adapun beberapa cara membantu siswa tuna daksa/
berkelainan fisik berhasil dikelas inklusif adalah sebagai berikut:
a. Pengajaran kemandirian yang optimal
Penekanan dalam pengajaran bagi siswa-siswa ini
harus pada kemandirian yang optimal dan memperhatikan perbedaan antarpribadi (self-determination). Melalui pengajaran
kepada mereka maka keahliannya dibutuhkan bagi kemandirian pribadi, percaya
diri dan self-esteem dapat diperkokoh
juga. Kamampuan siswa dalam menegakkan hubungan social dapat ditingkatkan
sehingga dia menjadi lebih mandiri.
Beberapa
cara dalam mendorong perbedaan antar pribadi dalam diri siswa dengan keterbatasan gerak (disaktivitas) adalah sebagai berikut:
(1) Mengajarkan pilihan, pembuatan keputusan dan kemampuan perlindungan diri
(2) Membangun lingkungan sekolah yang menjamin kesemapatan dalam memilih
(3) Berfungsi sebagai sumber daya, baik dilingkungan keluarga maupun masyarakat
(4) Menjadi penasihat perubahan masyarakat dan dukungan pendampingan orang tua
(5) Dukungan masyarakat dalam mempermudah kebutuhan anak-anak ini
(6) Membentuk kemitraan dengan para pengusaha dan masyarakat
b. Belajar kelompok
Belajar
kelompok disekolah seringkali dilakukan dengan tujuna menciptakan kamampuan
atau ketrampilan yang lebih homogen. Pengelompokan yang fleksibel (flexible grouping) adalah suatu teknik
yang memberikan siswa dengan dan tanpa kelainan bekerja sama kearah pencapaian
tujuan-tujuan tertentu. Pengelompokan siswa ini dapat dibentuk dan diubah
disesuaikan agar tujuan pembelajarannya yang utama dapat dipenuhi dan mengembangkan
hall yang baru. Flexible grouping meliputi sekurang-kurangnya dua orang dan
sebanyak-banyaknya 10 orang, tiap anggota kelompok didorong untuk memberikan
tugas yang dekat dan tertentu menurut kemampuannya. Flexible grouping mungkin cara yang terbaik dalam melibatkan siswa
yang berkelainan dalam kegiatan seni, proyek penelitian studi social atau
aktivitas lainnya yang menjadikan individu yang berbeda memberikan sumbangan
bagi usaha-usaha kelompok.
c. Team teaching
Hal yang paling penting bagi pembentukan kelas dan sekolah yang lebih
inklusif adalah pendidik bekerja sama lebih kooperatif dalam memberikan
lingkungan pembelajaran yang kondusif serta pengajaran yang efektif bagi semua
siswa yang berkelainan, namun juga memberikan hasil pembelajaran yang meningkat
bagi siswa lain. Telah ditunjukkan bahwa dengan perencanaan dan jadwal secara
seksama, serta pembuatan tujuan yang terartikulasi dengan jelas, siswa
berkelainan dapat diberi pengajaran secara efektif bersama siswa yang tidak
mempunyai kelainan.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Tujuan
pendidikan anak tuna daksa mengacu pada peraturan pemerintah No. 72 tahun 1991
agar peserta didik mampu mengembangkan sikap pengetahuan, dan keterampilan
sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal
balik dengan lingkungan social, budaya, dan alam sekitar serta dapat
mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan.
Dalam pendidikan anak tuna daksa perlu dikembangkan 7 aspek. Anak tuna daksa
dapat mengikuti pendidikan pada tempat-tempat berikut: Sekolah khusus berasrama,
Sekolah khusus tanpa asrama, Kelas khusus penuh, Kelas reguler dan khusus,
Kelas reguler dibantu oleh guru khusus, Kelas biasa dengan layanan konsultasi
untuk guru umum dan Kelas biasa.
2. Saran
Semoga dengan
makalah ini kita dapat lebih mengerti dan memahami semua tentang tuna daksa
atau tuna raga, baik itu kepribadiannya dan sistem pembelajarannya. Tidak hanya
itu, semoga kita juga dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan.
MAKALAH TUNA DAKSA
Reviewed by Unknown
on
October 09, 2017
Rating:
No comments: